PDM Kota Bogor - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Bogor
.: Home > Artikel

Homepage

Keistimewaan Bulan Muharram (Syahrullah /Bulan yang Allah Sangat Mulyakan)

.: Home > Artikel > PDM
28 Agustus 2020 19:12 WIB
Dibaca: 1893
Penulis : Dr. Zahid Mubarok, S.Th.I., M.E.I. (Wakil PDM Kota Bogor)

Ustad Zahid Mubarok, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bogor - Foto by ZM

 

Bulan Haram (Asyhurul Hurum) sudah berjalan memasuki 3 bulan yang akhir dari 4 bulan haram dan hari ini sudah di tanggal 09 Muharram 1442 H, ada sekitar 21 hari lagi bulan yang Allah Ta'ala sangat mulyakan akan meninggalkan kita dengan segala keistimewaan dan keagungannya sebelum kita bisa berjumpa lagi di bulan Rajab 1442 H jika usia kita sampai pada bulan tersebut di tahun ini.

 

Maka oleh karena itu sebelum bulan Muharram meninggalkan kita dan kembali kepada Sang Pemilik-Nya maka mari kita maksimalkan untuk melakukan amal amal ketaatan dan amal sholeh sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allahu Azzawajalla.

 

Saudara/i pembaca yang baik sudah 9 hari kita memasuki bulan Muharram artinya kita baru meninggalkan tahun yang lalu 1441 H beberapa hari saja.  Tahun yang baru hijriyah 1442 H inipun kita baru menjejakan kaki kita semua 9 hari berjalan untuk memulai lembaran lembaran buku baru kita dalam mendulang pahala yang berlimpah dari Allah Ta'ala.

 

Awal bulan dalam satahun kalender Islam Hijriyyah di mulai dari bulan Muharram Maka mari kita kaji dan bahas seputar bulan Muharram dan keistemewaannya sehingga kita akan faham tentang bulan mulia ini serta mari kita isi bulan baru dan awal tahun Hijriyyah ini dalam bingkai ketaqwaan , ketaatan dan memaksimalkan ibadah hanya kepada Allah Ta'ala karena pasti umur kitapun semakin bertambah dan ‘jatah’ hidup kita di dunia ini semakin berkurang .

 

Al-Muharram di dalam bahasa Arab artinya adalah waktu yang diharamkan. Untuk apa? Untuk menzalimi diri-diri kita, berbuat dosa dan maksiat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

{ إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ }

 

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di keempat bulan itu (QS At-Taubah: 36)

 

Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

((… السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَان.))

 

“Setahun terdiri dari dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan, yaitu: Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah dan Al-Muharram, serta Rajab Mudhar yang terletak antara Jumada dan Sya’ban. (HR. Bukhori & Muslim)".

 

Keutamaan Berpuasa di Bulan Muharram

 

Hadits di atas menunjukkan disunnahkannya berpuasa selama sebulan penuh di bulan Muharram atau sebagian besar bulan Muharram. Jika demikian, mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa sebanyak puasa beliau di bulan Sya’ban?

 

Para ulama memberikan penjelasan, bahwa kemungkinan besar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui keutamaan bulan Muharram tersebut kecuali di akhir umurnya atau karena pada saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki banyak udzur seperti: Safar, Sakit atau udzur Syar'i yang lainnya.

 

Keutamaan Berpuasa di Hari ‘Asyura (10 Muharram)

 

Di bulan Muharram, berpuasa ‘Asyura tanggal 10 Muharram sangat ditekankan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

((…وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ.))

 

“… Dan puasa di hari ‘Asyura’ saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu.”

 

Ternyata puasa ‘Asyura’ adalah puasa yang telah dikenal oleh orang-orang Quraisy sebelum datangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga berpuasa pada hari tersebut. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:

 

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَه.)

 

“Dulu hari ‘Asyura, orang-orang Quraisy mempuasainya di masa Jahiliyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempuasainya. Ketika beliau pindah ke Madinah, beliau mempuasainya dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura’. Barang siapa yang ingin, maka silakan berpuasa. Barang siapa yang tidak ingin, maka silakan meninggalkannya.”

 

Keutamaan Berpuasa Sehari Sebelumnya

 

Selain berpuasa di hari ‘Asyura disukai untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkeinginan, jika seandainya tahun depan beliau hidup, beliau akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Tetapi ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat pada tahun tersebut.

 

(عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – يَقُولُ: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ, قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: (( فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ.)) قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa di hari ‘Asyura’ dan memerintahkan manusia untuk berpuasa, para sahabat pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Apabila tahun depan -insya Allah- kita akan berpuasa dengan tanggal 9 (Muharram).’ Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal. (HR Muslim).

 

Akan tetapi hadits ini lemah dari segi sanadnya (jalur periwayatan haditsnya).

 

Meskipun demikian, bukan berarti jika seseorang ingin berpuasa tanggal 11 Muharram hal tersebut terlarang. Tentu tidak, karena puasa tanggal 11 Muharram termasuk puasa di bulan Muharram dan hal tersebut disunnahkan.

 

Sebagian ulama juga memberikan alasan, jika berpuasa pada tanggal 11 Muharram dan 9 Muharram, maka hal tersebut dapat menghilangkan keraguan tentang bertepatan atau tidakkah hari ‘Asyura (10 Muharram) yang dia puasai tersebut, karena bisa saja penentuan masuk atau tidaknya bulan Muharram tidak tepat. Apalagi untuk saat sekarang, banyak manusia tergantung dengan ilmu astronomi dalam penentuan awal bulan, kecuali pada bulan Ramadhan, Syawal dan DzulHijjah.

 

Tingkatan berpuasa ‘Asyura yang disebutkan oleh para ahli fiqh

 

Para ulama membuat beberapa tingkatan dalam berpuasa di hari ‘Asyura ini, sebagai berikut:

 

Tingkatan pertama: Berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.

 

Tingkatan kedua: Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

 

Tingkatan ketiga: Berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram.

 

Tingkatan keempat: Berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram.

 

 

Oleh sebab itu sebagian ulama mengatakan makruhnya berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram, karena hal tersebut mendekati penyerupaan dengan orang-orang Yahudi. Yang berpendapat demikian di antaranya adalah: Ibnu ‘Abbas, Imam Ahmad dan sebagian madzhab Abi Hanifah.

 

Allahu a’lam. Namun menurut hemat penulis berdasarkan literasi kitab kitab Fiqh pendapat yang kuat tidak mengapa berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram, karena seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW selama beliau hidup.

 

Hari ‘Asyura, Hari Bergembira atau Hari Bersedih?

 

Kaum muslimin mengerjakan puasa sunnah pada hari ini. Sedangkan banyak di kalangan manusia, memperingati hari ini dengan kesedihan dan ada juga yang memperingati hari ini dengan bergembira dengan berlapang-lapang dalam menyediakan makanan dan lainnya.

 

Kedua hal tersebut salah. Orang-orang yang memperingatinya dengan kesedihan, maka orang tersebut seperti aliran Syi’ah yang memperingati hari wafatnya Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Husain radhiallahu ‘anhu terbunuh di Karbala’ oleh orang-orang yang mengaku mendukungnya. Kemudian orang-orang Syi’ah pun menjadikannya sebagai hari penyesalan dan kesedihan atas meninggalnya Husain Radhiyallahu Anhu.

 

Di Iran, yaitu pusat penyebaran Syi’ah saat ini, merupakan suatu pemandangan yang wajar, kaum lelaki melukai kepala-kepala dengan pisau atau senjata tajam lainnya mereka hingga mengucurkan darah, begitu pula dengan kaum wanita mereka melukai punggung-punggung mereka dengan benda-benda tajam.

 

Begitu pula menjadi pemandangan yang wajar mereka menangis dan memukul wajah mereka, sebagai lambang kesedihan mereka atas terbunuhnya Husain radhiallahu ‘anhu.

 

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: (( لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

 

“Bukan termasuk golonganku orang yang menampar-nampar pipinya, merobek-robek baju dan berteriak-teriak seperti teriakan orang-orang di masa Jahiliyah.” (HR Al-Bukhari).

 

Kalau dipikir, mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama di hari meninggalnya ‘Ali bin Abi Thalib, Padahal beliau juga wafat terbunuh? Padahal Kholifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu adalah ayah dari Hasan dan Husain Radhiyallahu Anhumaa.

 

Di antara manusia juga ada yang memperingatinya dengan bergembira. Mereka sengaja memasak dan menyediakan makanan lebih, memberikan nafkah lebih dan bergembira layaknya ‘Iedul-fithri.

 

Mereka berdalil dengan hadits lemah:

 

(( مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِي سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ.))

 

“Barang siapa yang berlapang-lapang kepada keluarganya di hari ‘Asyura’, maka Allah akan melapangkannya sepanjang tahun tersebut.”( HR Ath-Thabrani ) sedangkan menurut para Ulama' hadist keseluruhan jalur tersebut lemah dan tidak mungkin saling menguatkan, sebagaimana dijelaskan dengan rinci oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Adh-Dha’ifah)

 

Dan perlu diketahui merayakan hari ‘Asyura’ dengan seperti ini adalah bentuk penyerupaan dengan orang-orang Yahudi. Mereka bergembira pada hari ini dan menjadikannya sebagai hari raya.

 

Kesimpulannya adalah bahwa semua agama dan aliran kepercayaan sangat mengagungkan bulan bulan haram tersebut terlebih lagi bulan Muharram ini. Maka kita kaum muslimin lebih berhak lagi memulyakan bulan Muharram ini karena banyaknya Fadhilah keutamaan dan amalan puasa yang di contohkan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bahkan kita di tahun ini 1442 H bisa melaksanakan puasa 1 pekan di mulai dari tanggal 09 , 10 dan 11 terus berlanjut tanggal 12 hari seninnya (puasa sunnah) dan lanjutkan lagi Shaum (puasa) di Ayyaamul Bidh di tanggal (13,14 dan 15).

 

Demikianlah sedikit pembahasan tentang bulan Muharram dan keutamaan berpuasa di dalamnya. Mudahan-mudahan kita bisa mengawali tahun baru Islam ini 1442 H dengan terus meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan, ketaatan dan amal sholeh dengan karya nyata di lingkungan Masyarakat kita sehingga Indonesia ini menjadi Negara yang aman sentausa lagi penuh dengan keberkahan.

 

Wallahu A’lam Bisshawab

 

Semoga bermanfaat. (ZM)

 

MARHABAN WA AHLAN WASAHLAN YAA SYAHRUL MUHARRAM 1442 H.


Tags: muharram , syahrullah , haram , asyhurulhurum , hariasyura , shaum , , ayyaamulbidh
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website