PDM Kota Bogor - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Bogor
.: Home > Artikel

Homepage

MUHAMMADIYAH DALAM PUSARAN PILPRES 2024 YANG MENENTUKAN MASA DEPAN BANGSA

.: Home > Artikel > PDM
04 Desember 2022 12:46 WIB
Dibaca: 618
Penulis : Dr. M. Fauzi Sutopo - Sekretaris PDM Kota Bogor

 

Prolog

Sesuai Mukadimah AD Muhammadiyah, dikatakan bahwa untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat yang bahagia dan sentausa di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.

 

Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur’an: Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia“ (QS Ali-Imran: 104). Dengan Demikian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KH Ahmad Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya dan Lembaga, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan atau Muktamar. Berdasarkan pengetahuan dan wawasan ke-Islaman yang dimiliki (K.H. Ahmad Dahlan) memandang bahwa ajaran Islam sangat mendorong umatnya untuk  melakukan  amar ma’ruf nahi munkar. Usaha untuk mewujudkan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang hakiki di dunia dan akhirat tidak dapat dilakukan secara perorangan melainkan harus dilakukan bersama dalam bentuk “jamaah” (Jam'iyyah, persyarikatan atau organisasi).

 

Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, guna mendapat karunia dan ridla- Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan: “Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun”. Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan (In syaa Allah) ummat Islam dapatlah diantarkan ke  pintu gerbang Syurga “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim. Hal ini,  dapat  dilihat juga isyarat-Nya secara jelas  dalam QS. AS-Saba’ :15 “..... ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka ada dua Kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (keada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”.

 

Khittah dan Peranan Muhammadiyah dalam Berbangsa

Hal yang mendasari perjuangan Muhammadiyah dalam berbangsa adalah bahwa gerakan Muhammadiyah harus tetap pada landasan utama bagaimana Muhammadiyah didirikan sebagai kerangka gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar sehingga beberapa kali kita harus kembali kepada khittah. Arti khittah adalah garis perjuangan; sehingga khittah mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah berjuang sehingga mempunyai arti penting karena menjadi landasan berfikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah. Fungsi Khittah Perjuangan Muhammadiyah adalah sebagai landasan berpikir bagi semua/setiap pimpinan dan anggota Muhammadiyah, juga menjadi landasan bagi setiap amal usaha Muhammadiyah sesuai dengan garis-garis besar perjuangan sebagai gerakan dakwah yang tercantum dalam landasan idiil persyarikatan yang bersumber pada Al Quran dan Al Hadits dan tujuan gerakan Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar- benarnya, sehingga diperlukan Misi Muhammadiyah meliputi:

  1. Penegakkan tauhid yang murni;
  2. Peyebarluasan Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah; dan
  3. Mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat

 

Semenjak Muhammadiyah berdiri (8 Dzulhijjah 1330/18 November 1912) sampai sekarang sudah merumuskan Khittah Perjuangan sebanyak enam kali, dalam hal ini berupa Macam- macam Khittah Perjuangan Muhammadiyah, yaitu:

  1. Khittah Langkah Dua Belas atau Dua Belas Langkah Muhammadiyah (1938-1940) pada masa Mas Mansur;
  2. Khittah Palembang (1956-1959) pada masa Sutan Mansur;
  3. Khittah Ponorogo atau Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1969 pada masa AR. Fakhruddin;
  4. Khittah Ujung Pandang atau Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun1971 pada masa AR. Fakhruddin;
  5. Khittah Surabaya atau Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1978 pada masa AR. Fakhruddin; dan
  6. Khittah Denpasar atau Khittah Muhammadiyah dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara tahun 2002 pada masa Dr. Syafi'i Ma'arif.

 

Muhammadiyah dalam perjuangan di ranah kehidupan masyarakat dan bangsa sejak awal kemerdekaan bahkan pada Pemilu Pertama pada Tahun 1955 bahwa KH Mas Mansur melepaskan jabatan Ketua Umum PP Muhammadiyah saat beliau harus memimpin Partai Masyumi; hal ini sejalan pada gerakan khittah yang dicanangkannya sebagai 12 langkah Muhammadiyah, buah pikiran dan perenungan KH. Mas Mansur setelah menelaah kembali situasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan perjuangan yang dalam langkah keenam beliau menuliskan pentingnya “menegakkan keadilan” yang prinsipnya adalah “Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga”.

 

Untuk melakukan perjuangan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar seperti yang dimaksud di atas dibuat alatnya (Khittah Ponorogo,1969) masing-masing berupa organisasi. Pertama, untuk saluran/bidang politik kenegaraan (politik praktis) dengan organisasi politik (partai); dan Kedua, untuk saluran/bidang masyarakat dengan oraginsasi non partai.

 

Sebagai sejarah bahwa kelahiran “Parmusi” merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran, yaitu: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga Khittah Ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar Nashir lewat Khittah Ujung Pandang. Selanjunya, dalam Khittah Ujung Pandang, 1971, ditegaskan kembali bahwa: “Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun”.

 

Kondisi demikian tetap dipertahankan pada Khittah Muhammadiyah Denpasar, 2022 baik pada butir 6, 8, 7, 5, 3, dan 9 yang menyatakan bahwa:

 

Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan  sikap  positif  dalam  memandang  perjuangan  politik  dan  menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban” (butir  6);  dengan  memberikan  amanah kepada kader Muhammadiyah yang aktif di Partai Politik bahwa “Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar” (butir 8).

 

Adapun anjuran kepada seluruh kader dan anggota Muhammadiyah agar tetap memberikan kewajiban hak memilih dan dipilih dalam Pemilu, dimana “Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing”. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara (butir 7). Semuanya itu dalam kerangka bahwa Muhammadiyah sangat menjunjung tinggi adanya perbedaan dalam berdemokrasi terutama peran “Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (butir 3); sehingga “Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban (butir 5) yang pada akhirnya bahwa “Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban” (butir 9). Itulah 9 butir Khittah Muhammadiyah Denpasar, 2002 sebagai organisasi yang berkiprak dalam gerakan dakwah Islam dimana menentukan “jati dirinya” terhadap partai politik, sehingga Muhammadiyah dikenal sebagai ormas yang menerapkan budaya keadaban dalam berpolitik sebagaimana yang disebut “Politik Adiluhung” dalam memasuki era reformasi sampai sekarang bahkan lebih jauh dari itu yang telah menerapkan juga apa yang disebut sebagai “Jihad Konstitusi” dalam upaya melakukan yudicial review atas undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia.

 

Aktualisasi Amal Usaha Muhammadiyah di Pusaran Ekonomi Oligarki

Adalah Prof. Johan Vincent Galtung, seorang Profesor Ilmu Politik dari Norwegia yang khusus mendalami terkait disiplin keilmuan tentang perdamaian dan konflik yang menyatakan bahwa bisa jadi di suatu negara yang terjadi oligarki antara penguasa dan pengusaha seringkali mengabaikan pentingnya demokratisasi dalam pengambilan keputusan publik terutama yang menyangkut kepentingan orang banyak namun pendekatannya cenderung menggunakan cara-cara a-demokrasi, sehingga menurut Rizal Ramli adalah cara-cara kekerasan yang dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu tindakan melalui: (1) kekerasan politik jalanan atau (2) kekerasan politik.

 

Jalan yang ditempuh bagi yang mengabaikan demokrasi dan itu sangat berbahaya adalah cara kekerasan politik, karena menurut Ramli bahwa pelaku kekerasan politik umumnya tidak kasat mata, pelaku-pelakunya invisible hands, kaum elite, pengpeng (pengusaha sekaligus penguasa) dan sejenisnya namun kerusakannya sangat berdampak besar yang bisa jadi menggurita, karena menurut Galtung bahwa tindakan kekerasan politik diartikan pula sebagai kekerasan struktural, sebagai bentuk kekerasan dimana beberapa struktur sosial atau institusi sosial dapat merugikan orang banyak (grassroot) dengan menghalangi mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang memainkan peran, hal ini terjadi karena penguasa sering sudah tidak lagi menjalankan amanah sebagai pemimpin sehingga secara sewenang-wenang mampu berperan sebagai “Presidennya Oligarki”.

 

Lantas dalam kondisi yang sangat sulit dimana model demokrasi yang mengandalkan trias politika mampu berjalan dengan baik dan benar ... tidak lagi membiarkan adanya demokrasi oligarki ... untuk itu keberadaan ummat Islam yang mayoritas seharusnya tidak tinggal diam hanya sebagai penonton, namun harus mengambil peran utama dan penyeru-penjuang keadilan lain ... disinilah ujian yang begitu besar untuk mengambil peran “Jihad Konsitusi” ala Muhammadiyah sekalipun bukan orpol namun hanya ormas berkemajuan guna memajukan Indonesia - mencerahkan semesta dengan tetap menyikapi terhadap upaya amar ma’ruf nahi munkar via jalur kebijakan maupun sikap-sikap yang jelas (clear and clean) dalam memperjuangkan demokrasi yang berkeadilan. Hal ini sangat diperlukan bagi Muhammadiyah selain karena jumlah entitasnya terbesar terutama dari segi kuantitas maupun kualitas sumberdaya manusianya juga banyaknya peran-peran kelembagaan di semua aspek kehidupan berbangsa mulai dari dakwah sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pemberdayaan UMKM dan Koperasi, kelembagaan ekonomi syariah dan penguatan kelembagaan bidang penanggulangan bencana dan penguatan wakaf-zakat- infak-shodaqoh dan utamanya adalah banyak menghasilkan amal usaha Muhammadiyah (AUM) di berbagai kehidupan manusia dalam gerak dakwah berkemajuan sebagai entitas bangsa Indonesia yang telah menyebar dan menoreh amal jama’i yang bergerak masif, solid, sistimatik, terpadu dan menyeluruh baik didalam negeri maupun dalam percaturan dakwah mancanegara di se-antero dunia.

 

Pada tahun 2022 telah berdiri AUM Pendidikan Tinggi Muhammadiyah/’Asiyiyah (PTMA) dengan menoreh 79 universitas, 28 institut, dan 60 sekolah tinggi. ‘Aisyiyah menjadi satu- satunya organisasi perempuan yang memiliki perguruan di dunia, terdiri dari 3 universitas, 2 sekolah tinggi, 1 institut, dan 3 politeknik.   AUM Pendidikan dasar dan Menengah telah ada 6.547 sekolah. AUM Kesehatan (AUMKes) telah memiliki 120 Rumah Sakit PKU Muhammadiyah termasuk RS Pendidikan dengan hampir 1000 Klinik PKU Muhammadiyah. Bersama lintas majelis dan lembaga yang menghadirkan MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center) merupakan kiprah Muhammadiyah dalam mengawal pandemi Covid-19 yang secara sukses menjadi bagian dari mengatasi pandemi dalam suatu kesatuan dengan kesatuan tugas bangsa Indonesia (Satgas Covid-19 Nasional/Wilayah/daerah) yang tidak bisa dipisahkam dari peran dan kontribusi Muhammadiyah. AUMKes terus melakukan rebranding ... wajar bila RS PKU Muhammadiyah sudah ada yang beranjak ke taraf kelas Internasional. Rebranding selanjutnya AUMKes bersama Majelis Pelayanan Sosial (MPS) sedang memaknai dan mentadaburi prinsip Al-Ma’un dibidang sosial yang berupaya untuk mewujudkan panti asuhan dengan pelayanan kekinian, termasuk pelayanan dan perhatian kepada para Lansia yang disebut sebagai Muhammadiyah Senior Care yang bersama Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) melekukan pemberdayaan difabel dengan membentuk Kelembagaan Difabel Muhammadiyah.

 

AUM Ekonomi telah mengalami peningkatan baik dalam tata kelola dan kinerjanya dengan mengembangkan holding company di berbagai usaha ekonomi; selain itu telah memiliki Jaringan Sudagar Muhammadiyah (JSM) yang bergerak di berbagai bidang ekonomi untuk mengonsolidasikan kader dan warga Muhammadiyah yang menjadi pengusaha dalam upaya menyinergikan gerakan ekonomi secara partisipatif dan komprehensif. Ada juga yang menghimpun dan mengembangkan keuangan ekonomi mikro dan kecil melalui BTM, saat ini telah terkonsolidasi baik yang primer maupun sekunder sebanyak 34 buah BTM dan 23 buah BPRS se-Indonesia.

 

Internasionalisasi Muhammadiyah dimana Muhammadiyah telah merintis dan berhasil dalam gerak dakwah Internasional dengan mendirikan UMAM (Universitas Muhammadiyah Malaysia), Muhammadiyah Australia College (MAC) di Melbourne, pembangunan Markaz Dakwah Muhammadiyah Cairo (MDMC) untuk aktivitas PCIM termasuk kegiatan TK ABA didalamnya; sehingga pendirian AUM secara Internasional menegaskan bahwa Muhammadiyah telah diakui keberadaannya sebagai badan hukum di berbagai negara dimaksud, diantaranya Australia, Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Taiwan, dan lan-lain.

 

Konstelasi Partai Politik Kekinian, 2019 – 2024

Kondisi Partai Politik kekinian Hasil Pemilu 2019 yang telah dirilis KPU-RI yang melebihi ambang batas parlemen ada 9 parpol yaitu PDIP (19,33%), PGerindra (12,57%), PGolkar (12,31%), PKB (9,68%), Nasdem (9,05%), PKS (8,21%), PDemokrat (7,77%), PAN (6,84%), PPP (4,52%). Memang politik Indonesia, umumnya menggunakan teori belah bambu; baik itu terhadap Partai Nasionalis, sekarang dipecah menjadi Nasionalis kanan dan Nasionalis kiri maupun Partai berbasis Islam. Partai Nasionalis kanan menguasai 41,70% meliputi Gerindra, Golkar, Nasdem, dan Demokrat; sementara itu, Nasionalis kiri 19,33%  hanya PDIP; dan Partai berbasis Islam mencapai 29,26% meliputi PKB, PKS, PAN, dan PPP.

 

Berdasarkan Tiga Kelompok Partai tersebut, penulis melakukan sintesa dan analisis: pertama, memang sangat gampang dipecundangi apalagi kalau "ditawur" dhuwit (cuan) oleh 9 (sembilan) Naga (karena uang dan segalanya mereka punya), sehingga kalau kita lihat harusnya Kelompok Nasional Kanan itu kompak ... namun kenyataannya oleh Presiden (Pekerja Partai) dipecah hanya Partai Demokrat yang tidak masuk kabinet (bisa jadi ini "Perintah Kulodawuh" alias “Partai Raja Diraja”), sementara yang tiga partai lainnya dikasih jabatan menteri bahkan termasuk 'Pesaing dalam Pemilu Presiden' masuk jadi Menteri ... maka partai-partai ini otomatis "bisa dicingcau" akhirnya cingcau itu masuk juga ke Ranah DPR-RI ... mengkristal dengan Parpol yang utama sebagai Leader : PDIP dan Followernya: Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem. Analisis kedua, Nasionalis kiri yang ada PDIP (dan PSI khusus kasus di DPRD Provinsi DKI Jakarta) sudah otomotis raja diraja yang sangat dominan dikendalikan PDIP. Analisis ketiga, ternyata sesuai dukung mendukung sejak awal maka PKB, PPP otomatis masuk di jajaran Menteri, sementara PAN digantung (bisa dimainkan karena posisi Ketumnya dengan "Model Politik Sandera") sehingga masih bisa diayun-ayun seperti bandul; namun pada perjalanan politiknya PAN resmi masuk ke Kabinet Indonesia Maju sejak Rabu (15/6/2022) dimana Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menjadi Menteri Perdagangan menggantikan Muhammad Lutfi. Penunjukan Zulhas, sapaan Zulkifli Hasan, sebagai Mendag RI oleh Jokowi menjadi perwujudan cita-cita PAN untuk bisa mendapat kursi di kabinet Indonesia maju (KIM) setelah mereka menyatakan mendukung pemerintah sejak 2021. Zulhas selama ini dikenal sebagai politikus ulung, cerdik dan licin. Itulah “keberhasilan” PAN yang selama ini (sejak 2021) melakukan manuver dengan KIM termasuk periode sebelumnya dapat jatah Menteri PAN-RB (2017-2018). Akibatnya tinggal satu partai (bermain sendiri) yang sejak awal tidak mau bergabung dengan PDIP, yaitu PKS. Dengan demikian karena dari Nasionalis Kanan PDemokrat tidak bersatu dengan KIM maka resmi bersama PKS, sekalipun PDemokrat juga sempat “diacak-acak” dengan adanya Kongres Luar Biasa (KLB), yang lokasi KLBnya di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (5/3/2021). Berdasarkan hasil KLB, Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025. Namun, Pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tanggal 5 Maret 2021, ditolak yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dalam konferensi pers virtual yang didampingi Menkopolhukam, Mahfud MD, Rabu (31/3/2021) di Jakarta.

 

Berdasarkan Ketiga Analisis diatas, maka otomotis dukungan “Partai Raja Diraja” sangat kuat baik di legislatif maupun eksekutif ... bahkan yudikatif (termasuk KPK, MK dan MA) sehingga banyak oknumnya gampang ditawur dhuwit ... jadi tawuran dhuwit sudah jadi model politik Indonesia sehingga terjadilah oligarkhi 9 Naga - Penguasa - Politisi - Rent Seekers, komandan tetap ditangan PDIP dan followernya Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PPP; keenam partai sudah membentuk koalisi permanen dan sangat kuat karena diatas 67,47 % apalagi sejak Juni 2021 PAN bergabung sehingga menjadi 74,31%. Akhirnya hal ini dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusab di Parlemen, DPRRI, misalnya lihat saja saat pengalaman bagaimana omnisbus law Cipta Kerja cepat diketok untuk disahkan ... namun nasibnya omnisbus law Cipta Kerja sampai sekarang tidak berujung karena dinyatakan oleh MK RI inkonsitusional atas gugatan judicial review (JR) dari masyarakat demikian juga bagaimana UU KPK diketok dalam waktu cepat sekali ... itulah gambaran hegemoni di republik penuh derita ini. Sampai kapan ini akan berlanjut karena dasarnya mereka oligarki ini telah menggunakan teori konspirasi bahkan menggunakan teori post truth bahwa kebohongan yang berulang-ulang kelak menjadi kebenaran sebagai sandaran dalam pembenaran untuk setiap kebijakan Pemerintahan.

 

Konstelasi Capres-Cawapres 2024

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada Sabtu, 01 Oktober 2022 Partai Nasional Demokrat (Nasdem) telah mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sering disebut ARB atau AB sebagai kandidat Calon Presiden (Capres) 2024 mendatang. Saat ini secara kasat mata yang sudah mendukung Anies Baswedan (AB) atas Parpol yang telah lolos secara Parliament Treshold atau Ambang Batas Parlemen (ABP 4%) termasuk syarat pengusulan Presiden dan Wakil Presiden harus memenuhi President Treshold atau Ambang Batas Presiden (PT 20%) bisa satu parpol atau gabungan parpol yang mengusungnya. Menggunakan pendekatan PT 20% ini (hasil Pemilu 2019) maka Nasdem (9,05%), PKS (8,21), dan PD (7,77%) sehingga Total PT-nya mencapai 25,03%, berarti telah memenuhi syarat UU Pemilu.

 

Percaturan kekinian adalah menyangkut siapa yang akan mendamping AB untuk dicalonkan sebagai wakil presidennya, maka penulis mencoba melakukan sintesa dan/atau analisis untuk memperoleh Caloan Wakil Presiden (Cawapres) ada 3 (tiga) Pendekatan:

 

Pertama, Saat ini antara PKS dan PD sedang berebut pengaruh masing² untuk menggolkan Cawapresnya, dari PKS telah sepakat via Pemilihan di Majelis Syuro adalah Ahmad Heryawan (AH) dan di PD adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kalau terus-terusan begini sampai akhir tahun tidak ada kata setuju baik PKS maupun PD maka Deklarasi Bersama Ketiga Parpol Pengusung AB sampai akhir tahun 2022 ... bisa jadi Koalisi ini akan kehilangan momentum (sangat terlambat) dan isunya terus akan digoreng oleh Parpol lainnya ("lawan politik") terutama "musuh bebuyutannya PKS dan PD" yaitu PDIP.

 

Dalam kondisi pendekatan ini maka antara PKS dan PD harus ada yang LEGOWO untuk mengalah tapi menang di Pilpres 2024, namun karena (perlu diingat) ada adagium di Parpol bahwa Kekuasaan Harus Direbut tapi kalau adagium ini terus dipertahankan bisa jadi AB tidak ada Parpol Pengusung untuk memenuhi PT 20% ..... mengingat PKS dan PD saling "egois internal atas “idiologi” partainya masing² dalam mengusung cawapresnya" ... jualan gorengannya misalnya ada yang ramai² menawarkan PKS masuk ke Kabinet Jokowi disisa periode ... walaupun gorengan itu tidak akan laku bagi PKS tapi tujuan mereka berhasil memecah koalisi ... paling tidak konsentrasi jadi tidak fokus atau digoreng lagi bagaimana kalau AB berpasangan dengan LBP ... itulah jualan gorengan politik yang cari makan (buzzeRp) dan utamanya para rent seekers politik ekonomi SDA dan Lingkungan.

 

Mudah-mudahan diatara PKS dan PD sebagai partai pengusung ada yang mengalah (berpikir rasional dan mendahulukan kepentingan rakyat dan bangsa) untuk menyiapkan Indonesia menjadi lebih baik dengan AB menjadi Presiden RI Tahun 2024 ... in syaa Allah ... misalnya kalau melepas Cawapres mereka maka 2-3 Menteri Koordinator dari Parpol yang mengalah akan diberikan (diganti) jabatan 2-3 Menko ... plus Menteri di Kementerian yang ada.

 

Kalau masalah ini (sudah) didiskusikan diantara Nasdem, PKS, dan PD bisa jadi mereka malu (tapi biasanya sudah dibicarakan secara terbatas) ... kalau ini sampai "bocor" seolah- olah ada kesan "rebutan kekuasaan" sebelum berperang. Kita tahu mana diantara calon wapres dari kacamata masing-masing apakah elektibilitasnya, integritasnya, leadership/kepemimpinannya, pengalamannya dan jam terbangnya dll paling unggul diantara AH ataukah AHY ... sehingga yang keluar ke publik adalah (kesannya dari Kedua Parpol tersebut PKS dan PD) sedang dibahas atau belum selesai (sepakat) terkait "indikator calon wapresnya AB". Jadi kita yang diluar struktur atau sebagai masyarakat luas-awam politik atau pengamat politik terasa "lelah menunggu ketiganya (Nasdem-PKS-PD) ... kapan deklarasi terjadi" bisa jadi sampai deadline pengusulan Pasangan Capres-Cawapres (sesuai aturan KPU) di tahun 2023 baru diumumkan ... namun sudah sangat terlambat.

 

Peluang seperti ini akan terus ditangkap dan dimainkan oleh Nasdem sebagaimana pengalamannya bahwa Parpol ini (Nasdem) yang sangat berani sejak awal mengusung Jokowi sebelum tahun 2014 jauh (1-2 tahun) sebelum Pemilu 2014 yang saat itu PDIP juga belum melakukan Deklarasinya atas calon Presidennya ... sehingga Nasdem satu-satunya Parpol yang pandai mencuri start sehingga mampu menaikkan hasil perolehan suaranya dari 6,72% (ranking 8, tahun 2014) menjadi 9,05 (ranking 5, tahun 2019); sementara itu untuk PKS 6,79% (ranking 7, tahun 2014) naik satu tingkat menjadi 8,12% (ranking 6, tahun 2019) dengan komposisi demikian pada PD yang memprihatinkan dari 10,9% (ranking 4, tahun 2014) turun jauh menjadi 7,77% (ranking 7, tahun 2019) ... turun tiga level.

 

Itulah Politik karena ada adagium tidak ada makan siang gratis karena waktu siang itu (sunatullah) sedang lapar-laparnya ... sehingga harus makan dan artinya harus  bayar, cerdas dan cerdik.

 

Kedua, apakah PKS maupun PD harus ... (pakai terminologi sunnah muakad mendekati wajib) ikhlas betul bahwa AH maupun AHY tidak menjadi calon Wapresnya AB ... sehingga diktum AB-AH ataupun AB-AHY harus dikubur dalam-dalam ... demi Indonesia yang lebih baik dan menjadi "leader diantara bangsa-bangsa di dunia".

 

Namun untuk itu kita harus pakai subpendekatan dari model Dua ini, yaitu menggunakan cara bayani (menggunakan teks), burhani (menggunakan akal), dan 'Irfani (menggunakan hati) ... apabila ketiganya menyatu maka dalam kontektualisasi politik kemasyarakatan apa yang disebut sebagai "tauhid sosial" sebagaimana kaidah Al Ghazali bahwa dengan "hati yang bersih maka Allah akan memberikan kemenangan bagi ummatnya ... tapi pertanyaannya adalah: "apakah masih ada hati yang bersih dalam politik?"

 

Pandangan/subpendekatan itu dipakai dalam problem solving keummatan dan wasataniyah maka semua persoalan yang "rumit dan ruwet" menjadi hilang atau minimal karena menjadi pikiran yang utuh (holistik), mendalam, padu atau solid (kukuh/kuat), menyatu/terpadu, dan komprehensif (menyeluruh).

 

Lantas dalam aplikasi dari pendekatan model dua ini, maka harus dipilih mereka calon Wapresnya yang punya "dana dan kalau bisa punya pengaruh di parpolnya serta punya pengalaman dan jam terbang dalam karir politiknya" mengingat Pilpres di Indonesia sangat mahal bagi sang calon dan yang terpenting guna menghidari intervensi oligarki ... mungkinkah? setelah semua lini kehidupan masyarakat dalam kesehariannya khususnya dalam kehidupan ekonominya dicengkram oleh "tangan tentakel" oligarki apalagi dalam aspek yang masuk wilayah trias politika (yudikatif, eksekutif, dan legislatif) "sudah diintervensi oligarki" ... sangat ... sangat ... dan sangat jauh menusuk kedalam kebijakan.

 

Ketiga, apabila kedua pendekatan sebagaimana diuraikan yang menggunakan tauhid sosial dalam berpolitik di Indonesia dapat diterima oleh PKS dan PD secara legowo, maka kita harus mencari yang terbaik dengan realitas memiliki elektabilitas untuk dipilih sebagai calon Wapres. Ada baiknya untuk hal ini diperlukan adanya pemikiran pentingnya parameter atau indikator jadi Cawapres AB ... agar memenuhi persayaratan sebagaimana kehendak orang banyak “rakyat Indonesia”, yaitu penulis buatkan sebagai berikut:

  1. Mampu untuk menaikkan elektabilitas AB ... (terus naik) ... sehingga cawaprespun harus seseorang yang telah punya nilai elektabilitas berapapun nilainya;
  2. Mampu menstabilkan kekisruhan politik yang mungkin terjadi di DPR bila AB terpilih, sebagai antisipasi legislatif yang "garang-kritis-bahkan oposisi" ibarat ada Partai Pendukung AB vs Partai Oposisi Parlemen;
  3. Mampu dan memahami Pembangunan di Indonesia sehingga bersinergi dengan "RPJP/RPJMnya AB" agar Indonesia cepat maju mencapai baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur dan tidak didikte oligarki;
  4. Mampu mensinergikan keterkaitan antara berbagai unsur agama, budaya, suku dan terlebih kuat integritas kebagsaannya yang mencerminkan "duet agamis-nasionalis";
  5. Mempersonifikasikan adanya keterwakilan antara "Pemimpin Sipil-Militer", mengingat banyak (‘koboy-koboy senayan dan oknum aparat yang kerjanya memburu rente (rent seekers) ... sehingga menghasilkan "oligarki aseng /asong-asing dan pepeng (pejabat-penguasa)" ... yang merusak SDA Indonesia dan kita telah dijajah oleh para rent seekers tersebut (koboy-koboy senayan dan koboy-koboy oknum aparat plus dominasi "oligarki cina-pepeng").

Itulah parameter hasil telaahan penulis dalam melihat sikon sekarang dan 25 tahun kedepan atau sampai Dirgahayu Indonesia ke-100 tahun pada Tahun 2045 sebagai Indonesia Emas ... kalau Pemimpinnya tidak berani maka "Indonesia akan hilang ditelan pemburu rente dan oligarki cina-pepeng".

 

Beberapa kandidat yang diajukan oleh Parpol telah masuk dalam pembicaraan sehari-hari baik di forum resmi maupun di kedai dan warung atau cafe; yang resmi beberapa hari setelah Nasdem mendeklarasikan AB, maka PSI juga memulainya dengan mengajukan Ganjar Pranowo Pranowo – Yenni Wahid sebagai Pasangan Calon Presiden – Calon Wakil Presiden dalam konferensi Pers daring, Senin (3/10/2022) oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie.

 

Ahli Hukum Tata Negara Refly  Harun  ternyata  justru  menyebutkan  nama  lain  yang dinilai lebih cocok  untuk  mendampingi  Anies,  dikutip  dari  WartaEkonomi.co.id  -- jaringan Suara.com, nama yang disebutkan Refly  adalah  eks  Panglima  TNI  Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo (GN). Pasangan AB-GN adalah pasangan “kuda hitam”.

 

"Kita  bicara  objektif  dan  berdasarkan  fakta  dan  ngomong   apa   adanya.   Kalau   kita lihat  polling  RH  Channel,  memang  orang  lebih  menjagokan  Gatot   Nurmantyo ketimbang AHY begitu  dihadapkan  secara  head  to  head,"  ujar  Refly  lewat  tayangan video di kanal YouTube-nya, dikutip pada Minggu (23/10/2022). Berbekal hasil jajak pendapat itulah, Refly mendukung gagasan Gatot lebih cocok menjadi cawapres  Anies. Sebab AHY dinilai masih muda dan  minim  pengalaman  untuk  mendampingi  Anies. Hal ini berbeda dengan Gatot yang lebih malang-melintang. Bahkan dari segi karier kemiliteran pun Gatot jauh lebih berpengalaman daripada  AHY.  "Mengingat  dia  sosok yang  muda  dan  pengalamannya  belum  banyak  dan  biasanya  anak   muda,   kadang ketika belum banyak pengalaman jauh lebih feodal dibandingkan orang yang sudah berpengalaman. Hal  ini  karena  masih  butuh  legitimasi  dan  pengakuan",  lalu  "AHY minim pengalaman  terlebih  bila  dibandingkan  dengan  calon  presiden  lain  atau cawapres lain masih belum seimbang” ...  bila  Gatot  saja  misalnya  ya  jelas  kalah  jauh karir kemiliteran AHY yang baru  mayor  dan  Gatot  itu  sudah  jadi  Panglima  TNI, Jenderal," terang Refly yang meyakinkan agar Nasdem-PKS dan PD mengusungnya.

 

Menurut  data  dari  wikipedia  bahwa  Jenderal  TNI  (Purn.)  Gatot  Nurmantyo  dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada 13 Maret 1960. Orang tuanya berasal dari Banyumas. Ayahnya, Suwantyo merupakan seorang purnawirawan infanteri TNI dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel dan pernah menjadi anak buah dari Gatot Soebroto dalam Laskar Kemerdekaan di  Banyumas,  Gatot  adalah  mantan  Panglima  Tentara  Nasional   Indonesia   (2015- 2017). Sebelumnya, merupakan Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-30 yang mulai menjabat sejak tanggal 25 Juli 2014 setelah ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggantikan   Jenderal   TNI   Budiman.   Ia   sebelumnya    juga    pernah    menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) menggantikan Letnan Jenderal TNI Muhammad Munir. Pada bulan Juni 2015, ia diajukan oleh    Presiden    Joko    Widodo    sebagai    calon    Panglima     TNI,     menggantikan Jenderal Moeldoko yang memasuki masa purna baktinya.

 

Posisi Muhammadiyah dalam Pusaran Pilpres 2024

 

Sebagaimana telah diputuskan dalam beberapa Khittah Muhammadiyah terutama pada tahun 1971 di ujung Pandang dan tahun 2002 di Denpasar bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun sudah sangat jelas dan terang benderang; lantas dalam posisi apa dan bagaimana Muhammadiyah berkiprah, hal ini tidak jauh apa yang disebutkan dalam AD bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar, dan tajdid” sehingga Muhammadiyah memposisikan diri sebagai Islam moderat atau wasatiyah. Muhammadiyah tidak radikal dan tidak liberal. Muhammadiyah memegang teguh prinsip tawasut (tengah-tengah), tawazun, (seimbang) dan ta’adul (adil). Muhammadiyah itu berkemajuan, dalam artian berorientasi kekinian dan masa depan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah menjaga kedekatan yang sama dengan semua partai politik. Muhammadiyah bukan dan tidak berafiliasi kepada salah satu partai mana pun. Muhammadiyah menganut politik etis atau high politic atau politik adiluhung.

 

Kontelasi kekinian terlebih posisi Muhammadiyah dalam pusaran Pilres 2024 yang menentukan masa depan bangsa maka sebagai kader persyarikatan, kader masayarakat, dan kader bangsa (tri kader) hendaknya kader Muhammadiyah sedikit bicara banyak bekerja. Walaupun sedikit warganya (namun turunannya puluhan juta jiwa) tapi amal usahanya tumbuh di mana-mana, sehingga mandiri dan tidak bergantung pada kekuasaan. Pentingnya kemandirian ini menjadi pengokoh sikap independensi Muhammadiyah di hadapan penguasa. Artinya dalam konstelasi politik ke depan terutama dalam menghadapi Pilpres 2024 harus istiqomah dalam menegakkan dakwah amar makruf nahi mungkar sehingga mampu berpikir mana capres dan cawapres terbaiknya bagi kemaslahatan Indonesia di masa mendatang. Hal ini penting guna Indonesia mampu berdiri diatas kaki sendiri dan secara ekonomi berdikari untuk kemaslahatan bangsanya baik dalam kontek nasional maupun internasional. Untuk itu ada langkah-langkah strategis keumatan terbaiknya sebagai pegangan trikader tersebut sebagaimana pengejawantahan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta, diantaranya dimulai dari:

 

  1. Memperkuat Ketahanan Keluarga, menghasilkan kondisi dimana terjalin kdamaian, hubungan harmonis dan penuh kasih sayang di antara anggota keluarga, pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan material dan spiritual, jasmani dan rohani, serta pendidikan yang utama;
  2. Reformasi Sistem Pemilu hendaknya sistem proporsional terbuka dalam Pemilu Legislatif perlu diubah termasuk Pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota perlu diubah yang mana sistem pemilihannya perlu diperbaiki kearah yang lebih baik, efisien dan efektif, misalnya dengan Pemilu tertutup atau terbuka terbatas yang terintegrasi terutama untuk meniadakan politik uang, ekses politik identitas, dan pembelahan masyarakat (polarisasi politik);
  3. Suksesi Kepemimpinan 2024, bahwa Indonesia sejak reformasi 1998 telah mengalami lima kali Pemilu namun belum banyak membawa Indonesia keluar dari kemiskinan; untuk itu ke depan tidak lagi Capres dan Cawapres yang penuh dengan sekedar popularitas, terhinggapi penyakit politik oligarki, dan haus kekuasaan, namun mereka harus mengedepankan, memikirkan, dan mendorong kepemimpinan yang memiliki platform visi kebangsaan dan visi kenegaraan yang kuat, visi penghargaan terhadap kemajemukan dan persatuan dalam jiwa Bhinneka Tunggal Ika, visi menyatukan, visi memakmurkan, dan visi memajukan Indonesia. Para pemimpin eksekutif dan legislatif seharusnya didorong untuk memiliki orientasi pada nilai Pancasila, agama, dan kepribadian bangsa yang mendalam dan autentik. Para pemimpin yang terpilih dan diamanahi menjadi pengelola negara ini haruslah sosok-sosok negarawan sejati yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri, kroni, dinasti, dan kepentingan sesaat lainnya. Para pemimpin yang dipilih juga mampu membebaskan dari kooptasi berbagai kekuatan asing maupun domestik, yang terus- menerus bekerja membelokkan negara dari fungsi dan orientasi kepatuhan konstitusional (constitutional obedience) dan keluhuran nilai Pancasila. Para pemimpin yang dihasilkan oleh Pemilu 2024 juga diharapkan memiliki prinsip politik untuk melepaskan dan tidak untuk melanggengkan kekuasaan sehingga visinya adalah bagaimana Indonesia harus lebih makmur-sejahtera dengan siap selalu untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat secara adil, amanah, terpadu dan menyeluruh

 

Penutup

 

Dengan harapan terkait artikel opini ini yang diberi judul ”Muhammadiyah dalam Pusaran Pilpres 2024 yang Menentukan Masa Depan Bangsa” menjadi suatu kenyataan karena trikader Muhammadiyah telah terampil dalam segala bidang baik keluarga, kemasyarakatan, maupun berbangsa sehingga apa yang menjadi tanggungjawab individu harus menjadi tanggungjawab kolektif sebagai jamaah Persyarikatan beserta turunannya yang sangat luas deferensiasinya bersifat deret kali bahkan bisa jadi deret ukur yang begitu banyak mampu mempengaruhi segala tatanan kehidupan baik secara horisontal maupun vertikal terutama mampu melakukan perubahan yang selama ini mendominasi adanya kelemahan struktural yang ada di tingkat akar rumput (grassroot) maupun dalam sistem ketatanegaraan baik dengan cara langsung maupun tidak langsung agar Pilpres 2024 lebih mengepankan kejujuran, adil, amanah, sportif dan bermartabat; terutama mampu menghilangkan praktik kotor demokrasi dengan apa yang disebut korupsi jabatan, praktik politik uang, oligarki partai-pengusaha-penguasa, pragmatisme politik, candidated centered yang cenderung mendahulukan popularitas termasuk yang menciptakan politik dinasti, menghindari adanya pembelahan politik, memperkecil ketimpangan sosial yang semakin besar, serta hancurnya ekonomi pada era krisis dunia/global ke depan.

 

Penyakit kepemimpinan Oligarki sangat berdampak kepada penggerusan sumberdaya alam yang eksploitatif sehingga tidak pernah memikirkan generasi mendatang hal ini merupakan proxy war yang diperburuk dengan tumbuh kembangnya oligarki kekuasaan di negeri ini dan kekuasaan dimainkan dan dikelola oleh sekelompok tertentu saja sebagai penguasa sekaligus sebagai pemilik yang telah melakukan pemanfaatan sumberdaya alam yang sangat eksploitatif dan tanpa arah tidak terkendali sehingga terjadi kerusakan sistem alami dimanapun itulah bahayanya oligarki. Ironisnya lagi lebih tidak beruntung bagi kita semua sebagai masyarakat awam (grassroot) mereka melakukan semua itu tanpa merasa bersalah baik di mata manusia dan juga dipandangan Tuhan yang Maha Pencipta yang mana pelanggaran mereka itu semuanya dengan memakai topeng konstitusi, apakah benar hal ini terjadi di negeri kita yang faktanya memang ada dan itulah oligarki kekuasaan yang menghasilkan “raja-raja kecil’ dari daerah sampai pusat.

 

Perlu adanya kesadaran kolektif dalam akhlak berpolitik masyarakat dalam berbangsa, demikian juga bagi para penyelenggara pemilu, dan para elite partai politik maupun elite kekuasaan lainnya perlu ditingkatkan dalam bingkai nilai Pancasila,  agama,  dan kepribadian bangsa.   Bersamaan dengan itu yang paling penting untuk ditinjau kembali ialah sistem pemilu dan sistem politik yang liberal, yang tidak sejalan dengan Pancasila. Solusi hilir yang bersifat kesadaran nilai dan moral/akhlak politik akan membawa perubahan signifikan apabila diperkuat dengan reformasi sistem pemilu sebagai solusi hulu. Wallahu’alam bissawab.

 

Bogor, 03 Desember 2022/09 Jumadil Ula 1444.

 

 

 


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website