PDM Kota Bogor - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Bogor
.: Home > Artikel

Homepage

Titik Rawan Menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1435 H/28 Juli 2014 M

.: Home > Artikel > PDM
27 Juli 2014 12:15 WIB
Dibaca: 1913
Penulis : Parmiyatun, S Sos. I

          Kesejukan dan secercah harapan membuncah relung hati, manakala rembulan Ramadhan mulai bergulir hari demi hari. Harapan untuk dapat segera berbenah diri, membersihkan hati, meningkatkan amal, dan memperbaiki tingkah laku menjadi harapan yang paling dinanti di Hari Kemenangan.

       Di sisi lain, kegelisahan membayangi di mata seorang ibu dengan sejinjing kantong belanjaan …. “Bulan Ramadhan tinggal beberapa hari lagi, berarti peningkatan Anggaran Belanja yang dibutuhkan akan segera meningkat lagi sehubungan dengan Idul Fitri”. Tentu saja bagi saudaraku yang mapan hal ini tidak menjadi masalah.

       Lalu apa esensi Idul Fitri dan Ramadhan ? Saudaraku yang lain memaknainya dengan sederhana :

  1. Bertekad tidak jatuh pada perilaku konsumtif dengan aneka komoditas baru menjelang Idul Fitri.
  2. Bertekad tidak menodai Idul Fitri dengan pesta berfoya-foya.
  3. Tidak memaknai Idul Fitri sebagai momentum hiburan, melainkan sebagai momen berbagi kegembiraan dengan           mereka yang kurang mampu.
  4. Memaknai Idul Fitri sebagai momentum penyucian jiwa dan keagamaan atas lulusnya pengendalian hawa nafsu yang diperjuangkan selama Ramadhan.

 

 

Strategi meraih Kemenangan di Hari Idul Fitri.

 

        - Pelurusan dalam Pemaknaan Ramadhan dan Idul Fitri.

Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan keluarga, termasuk perlunya diberikan pemahaman kepada anak-anak, bahwa hakekat bulan Ramadhan adalah bulan perjuangan dalam pengendalian hawa nafsu, untuk dapat lebih jujur dan membentengi diri dari hal-hal yang bukan haknya. Perjuangan dalam penegakan disiplin, menjalankan sesuatu   sesuai  dengan   prioritas  waktu dan proporsional. Meningkatkan kualitas hab-lumminallah dan hablumminannas. Dengan penahanan diri berlapar-lapar hakekatnya guna mengembalikan kepekaan sosial, sebagai seorang mukmin tidak akan berfoya-foya di hari Idul Fitri sementara di sekelilingnya begitu banyak yang kesulitan ekonomi.

 

- Upaya yang maksimal dalam pengisian Ramadhan.

Dengan niat dan tekad  yang kuat untuk meraih predikat taqwa (Q.S. Al Baqarah : 183) seorang mukmin tidak akan menyianyiakan waktunya dengan hal-hal yang tidak manfaat dan mubazir.

 

- Mewaspadai kegiatan di 10 hari terakhir Ramadhan.

Fenomena sosial yang terjadi di masyarakat setiap tahun di sepuluh hari terakhir Ramadhan, mulai berdesak-desakannya di berbagai pusat perbelanjaan dan sibuk menyiapkan Idul Fitri. Sementara kegiatan di Masjid kerap kali ditinggalkan (Itikaf, tadarus, pengkajian Al Qur’an dan Hadits). Tidakkah kita ingin meraih malam yang lebih baik dari seribu bulan/malam lailatul Qodar.

Allah berfirman dalam Q.S Al Qadr :

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

 

- Mengisi Idul Fitri

Idul Fitri menunjukkan sebagai sebuah makna kesucian atas kemenangan umat Islam yang menjalankan  Ibadah Ramadhan satu bulan penuh (dalam arti tidak hanya sekedar kuantitas dipenuhinya puasa satu bulan penuh, tetapi lebih dipentingkannya kepada kualitas, substansi puasa). Mengisi Idul Fitri dengan Silaturahim kepada tetangga terdekat, sanak saudara dengan mengenakan baju barupun boleh-boleh saja asalkan tidak berlebihan. Silaturahim hakekatnya mempererat persaudaraan dan membangun solidaritas sosial. Mudik pulang kampung dengan tujuan silaturahim, tentunya tak mengapa asal tetap memenej/mengelola perayaan Lebaran dengan tidak berlebihan, dan bukan sebagai ajang unjuk keberhasilan di kota.

 

Dengan demikian dalam ber-Idul Fitri yang terpenting melakukan gerakan silaturahim, saling mendo’akan, lebih meningkatkan aktivitas dan nilai ibadah --tidak hanya berhenti disaat Idul Fitri belaka-- sehingga ibadah puasa Ramadhan tidak menjadi sia-sia.

 

Wallahu a’lam bishowab

 


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website