PDM Kota Bogor - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Bogor
.: Home > Artikel

Homepage

DZIKIR

.: Home > Artikel > PDM
08 Juli 2020 23:31 WIB
Dibaca: 840
Penulis : Parmiyatun, S Sos. I

Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama Allah), dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (Q. S. Al-Ahzab : 41-42)

 

 

Dalam arti bahasa, dzikir berasal dari kata Adz-Dzikra yang berarti ingat.  Secara istilah dzikir adalah mengingat Allah. Dzikir juga dapat berarti bertafakur atas ciptaan Allah, ingat kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun, dimanapun, dan sedang melakukan apapun.

 

Di dalam masyarakat, menjadi salah kaprah ketika dzikir diartikan sebatas menyebut Asma Allah secara lisan belaka.  Sehingga dzikir kerap kali tidak menyertai aktivitas sehari-hari.

 

Q.S Al-Ahzab : 41-42   jelas-jelas memerintahkan kepada orang yang beriman untuk berdzikir dengan ingatan yang banyak dan bertasbih kepada-Nya di kala pagi dan petang.  Hal ini tidak mungkin dilakukan hanya sebatas lisan belaka sepanjang waktu. Tentu akan habis waktu bila dzikir diartikan dan hanya dilakukan dengan lisan sambil duduk dan menghitung-hitungnya semata.  Bila demikian adanya, bagaimana dengan aktivitas sehari- sehari-hari yang lainnya ? Kiranya masuk akal apabila dzikir hakikatnya haruslah dibawa kedalam setiap aktivitas sehari-hari.

 

Dengan dzikir menyertai setiap langkah dan setiap aktivitas sehari-hari, semestinya  dengan berdzikir benar-benar akan menghantarkan pada kesadaran bahwa Allah-lah Zat Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara alam semesta ini, akan memperlunak hati, mendorong meningkatkanmutu/kualitas amal shaleh, dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, membentengi diri dari godaan syaithan. Dan mendatangkan ketenangan, ketentraman hati.  Dengan demikian  dzikir  bukanlah sebatas ritual lepas shalat belaka.

Dzikir, kata yang sederhana yang perlu mendapat prioritas untuk dievaluasi dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

Dzikir dengan Lisan

Sudah tidak asing lagi, dzikir kita lakukan dengan lisan, baik dikala lepas shalat atau diwaktu yang lain.Kerap kali pula kita menghitung-hitungnya dengan tujuan mencari fadhilah (keutamaan). Walau dalam hal ini sebaiknya kita hanya mengikuti yang dicontohkan Rasulullah saw. Misalnya Rasulullah berdzikir dengan menyebut  Subhanallah 33x,  Alhamdulillah 33 x, dan Allahu Akbar 33 x.

 

Dzikir dengan Hati

Bagi muslim yang beriman, dzikir dalam hati semestinya menyertai aktifitas sehari-hari, dalam keadaan bagaimanapun, dimanapun, dan sedang apapun, sehingga pekerjaan hati tidak lalai dari mengingat Allah.

 

Hati yang senantiasa berdzikir akan melahirkan kesadaran bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasi segala perilaku yang kita perbuat. Tidakkah kita ingin menepati perjanjian kita dengan Allah, bahwa kita adalah hamba-Nya yang akan tunduk dan patuh atas segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, gemar menghubungkan tali silaturahim, merasa takut akan kemurkaan dan hisab Allah ? Serta akan bersikap sabar dalam mengharap keridhaan Allah?

 

Sabar menghadapi musibah, sabar menjalankan ibadah dan sabar menahan hawa nafsu untuk berbuat kejelekan? Serta meningkatkan dzikir dengan amal ?  Dengan demikian hati  akan  menjadi tenang dan tentram.

 

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (Q.S Ar-Ra’d : 28)

 

Dzikir dengan Amal

Dzikir dengan Amal Ritual

Dzikir dengan amal ritual, misalnya adalah shalat.Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Q.S Taahaa : 14)Dalam hal shalat, sudah barang tentu shalat Rasulullah adalah contoh shalat yang sempurna. Rasul ber-Sabda:    “Shalatlah kamu, sebagaimana kamu melihat aku shalat.”

 

Dzikir dengan Amal Sosial

Sudah menjadi sunatullah bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Untuk sekedar urusan sesuap nasi, jelas membutuhkan banyak jasa yang turut andil dalam hal tersebut, jasa petani, irigasi, pabrik pupuk, kaum buruh, tengkulak, pedagang beras, tukang masak... dst. Masya Allah...! Tidakkah kita ingat itu semua ?

Dengan berdzikir, hati mengingat Allah, lisannya bertas-bih (mensucikan Allah), dzikir sosialpun merupakan bagian yang tidak kalah penting, sebagai bukti dalam hal mengingat Allah.

 

Prakteknya (fisik/raga) ketika senantiasa mengingat Allah, akan terjaga dari perilaku maksiat.  Sadar setiap gerak-gerik dilihat (diketahui) Allah, dan dicatat oleh dua malaikat yang senantiasa me-ngiringi setiap langkah manusia.

 

Ketika berhadapan dengan uang yang bukan haknya, tidak korupsi. Ketika menimbang, tidak mengu-rangi takaran. Ketika harta menjadi titipan dari-Nya ingat ada hak-hak orang lain yang harus ditunaikan. Berbagai  cara  dapat   dilakukan seperti turut andil dalam pengen-tasan kemiskinan, penanganan  pengangguran,  penyantunan  anak yatim, peningkatan pendidikan, ekonomi dan kesehatan dsb. Pendek kata, dengan dzikir semestinya dapat membentengi diri dari perilaku dzalim.

 

 

Dzikir Intelektual

Orang yang berdzikir adalah orang-orang yang berakal, ‘ulul albab’ orang yang berilmu. Akal merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Akal merupakan sarana, alat untuk bertafakur. Sebagaimana dalam Q.S Ali-Imran : 190

 

Dengan demikian menjadi kewajiban manusia untuk senantiasa menuntut ilmu (tidak terbatas waktu, tidak terbatas formalitas), akan tetapi senantiasa mengupayakan pengkajian terhadap ilmu-ilmu yang membawa kemaslahatan. Serta menjadikan  belajar dan memberdayakan ilmunya adalah suatu kebutuhan. Sehingga segala amal shalehnya berdasarkan ilmu. Allah SWT memberikan penghargaan kepada orang-orang yang berilmu dengan meninggikan derajatnya. (Q.S Al-Mujaadilah: 11).

 

Al-Haqqu Mir-Rabbihim...!!


Tags: dzikir , , Adz-Dzikra , amal , lisa , hati , intelektual
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website