Tahun Baru Islam Momentum Meningkatkan Iman, Hijrah dan Jihad
Dibaca: 1021
Ustad Maizar Masturi, Ketua Majelis Tarjih dan Tabligh PDM Kota Bogor tausiyah di Masjid Al-Furqan (23/8/2020) - Foto Taufik Tirka
MPI PDM Bogor - Bagi Seorang Muslim pergantian tahun baru hijriah dari 1441 ke tahun 1442 H bukan hanya sekedar dimaknai sebagai perubahan dimensi waktu, dari masa lalu ke masa kini menuju masa depan. Namun lebih dari itu Hijriah adalah momentum untuk melakukan perubahan. Demikian dikatakan Ketua Majelis Tarjih dan Tabligh Muhammadiyah Kota Bogor Ustadz Maizar Masturi Lc, M.Pd dalam pengajian Ahad pagi (23/8/2020).
Ustadz Maizar mengatakan, tahun 1441 H yang baru saja berlalu menjadi catatan sejarah bagi kehidupan umat sebagai makhluk Allah dalam tataran individu dan sosial. Jika masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri umat harus beristighfar memohon ampunan kepada Allah SWT.
"Untuk awal tahun ini mari kita awali dengan bismillah karena kita yakin bahwa dengan mengharap pertolongan dari Allah setiap permasalahan yang kita hadapi termasuk pandemi Covid-19 ini segera bisa diatasi," ungkapnya. Dalam Al Qur'an, Iman, hijrah dan jihad dijalan Allah merupakan rangkaian dari identitas dan soliditas amal shaleh dalam kehidupan, oleh karenanya mereka menempati kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah SWT.
Madropi, Ketua PDM Kota Bogor (bermasker putih), Zaenal Aqli, Ketua Pendidikan Kader (samping kirinya) beserta para jamaah laninnya mendengarkan tausiyah - Foto Taufik Tirka
Ustadz Maizar mengatakan, Hijrah dalam dimensi maknawiyah adalah perwujudan dari tekad dan niat yang kuat untuk memperbaiki kualitas diri dihadapan Allah SWT, meninggalkan semua yang dianggap tidak sesuai dengan nilai nilai yang luhur dalam ajaran islam.
"Seperti mengubah kesyirikan menuju tauhid, kekufuran menjadi keimanan, keburukan menjadi kebaikan. Inilah makna hijrah yang sesungguhnya dalam kontek perbaikan dan perubahan," jelasnya.
Hijrah, kata Ustadz Maizar mengubah cara pandang Umat Islam terhadap materi keduniaan seperti dalam kasus pandemi Covid 19. Setelah bersabar tentunya ikhtiar dan selanjutnya menerima kebenaran ilmu pengetahuan untuk mencari solusi kemanusiaan.
"Maka idealnya pada awal pandemi yang dikumpulkan oleh pemerintah adalah para ahli ilmu tentang penyakit virus dan para ahli epidemiologi yang memiliki otoritas keilmuan untuk menghindari penularan Covid 19, bukannya mengumpulkan para artis atau membayar para buzzer, yang justru menambah beban negara," pungkasnya. (\Taufik Tirka)
Tags:
Arsip Berita